Sabtu, 24 Agustus 2013

Bilangan Kuantum dan Bentuk Orbital | Materi Kimia SMA Kelas XI Semester 1
Persamaan gelombang oleh Erwin Schrodinger memperjelas kemungkinan ditemukannya elektron melalui bilangan-bilangan kuantum. Daerah paling mungkin ditemukannya elektron disebut orbital, sehingga bilangan-bilangan akan memperjelas posisi elektron dalam atom.
Pada teori atom mekanika kuantum, untuk menggambarkan posisi elektron digunakan bilangan-bilangan kuantum. Daerah kemungkinan elektron berada disebut orbital. Orbital memiliki bentuk yang berbeda-beda. Untuk memahami bilangan kuantum dan bentuk-bentuk orbital perhatikan uraian berikut.
A. Bilangan Kuantum
Ada empat bilangan kuantum yang akan kita kenal, yaitu bilangan kuantum utama (n), bilangan kuantum Azimut (I), bilangan kuantum magnetic (m) dan bilangan kuantum spin (s).
1). Bilangan Kuantum Utama
Di dalam model atom Bohr, elektron dikatakan berada di dalam lintasan stasioner dengan tingkat energi tertentu. Tingkat energi ini berkaitan dengan bilangan kuantum utama dari elektron. Bilangan kuantum utama dinyatakan dengan lambang n sebagaimana tingkat energi elektron pada lintasan atau kulit ke-n.
Bisa dikatakan bahwa bilangan kuantum utama berkaitan dengan kulit elektron di dalam atom. Bilangan kuantum utama membatasi jumlah elektron yang dapat menempati satu lintasan atau kulit berdasarkan persamaan berikut.
Jumlah maksimum elektron pada kulit ke-n adalah 2n2
Tabel 1. Hubungan jenis kulit dan nilai bilangan kuantum utama.
Jenis Kulit
Nilai (n)
K
1
L
2
M
3
N
4
2). Bilangan Kuantum Azimut (I)
Elektron yang bergerak mengelilingi inti atom memiliki momentum sudut. Efek Zeeman yang teramati ketika atom berada di dalam medan magnet berkaitan dengan orientasi atau arah momentum sudut dari gerak elektron mengelilingi inti atom. Terpecahnya garis spektum atomik menandakan orientasi momentum sudut elektron yang berbeda ketika elektron berada di dalam medan magnet.
Bilangan kuantum azimut menyatakan sub kulit tempat elektron berada dan bentuk orbital, serta menentukan besarnya momentum sudut elektron terhadap inti.
Banyaknya subkulit tempat elektron berada tergantung pada nilai bilangan kuantum utama (n). Nilai bilangan kuantum azimut dari 0 sampai dengan (n – 1). Bila n = 1, maka hanya ada satu subkulit yaitu l = 0. Sedangkan n = 2, maka ada dua subkulit yaitu l = 0 dan l = 1.
Seandainya dibuat dalam tabel maka akan tampak sebagai berikut :
Tabel 2. Hubungan bilangan kuantum utama dan azimut serta subkulit.
Bilangan Kuantum
Utama (n)
Bilangan Kuantum
Azimut (I)
Banyaknya SubKulit
1
0
1
2
0
1
2
3
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
Sub kulit yang harganya berbeda-beda ini diberi nama khusus:
l = 0 ; sesuai sub kulit s (s = sharp)
l = 1 ; sesuai sub kulit p (p = principle)
2 ; sesuai sub kulit d (d = diffuse)
3 ; sesuai sub kulit f (f = fundamental)
Tabel 3. Hubungan subkulit sejenis dalam kulit yang berbeda pada atom.
Kulit
Nilai n
Nilai I
Jenis Subkulit
K
1
0
1s
L
2
0
2s
1
2p
M
3
0
3s
1
3p
2
3d
N
4
0
4s
1
4p
2
4d
3
4f
3). Bilangan Kuantum Magnetic (m)
Momentum sudut elektron L merupakan sebuah vektor. Jika vektor momentum sudut L diproyeksikan ke arah sumbu yang tegak atau sumbu-z secara tiga dimensi akan didapatkan besar komponen momentum sudut arah sumbu-z dinyatakan sebagai Lz. bilangan bulat yang berkaitan dengan besar Lz adalah m. bilangan ini disebut bilangan kuantum magnetik. Karena besar Lz bergantung pada besar momentum sudut elektron L, maka nilai mjuga berkaitan dengan nilai l.
m = ?l, … , 0, … , +l
misalnya, untuk nilai l = 1, nilai m yang diperbolehkan adalah ?1, 0, +1.
Bilangan kuantum magnetik menyatakan orbital tempat ditemukannya elektron pada subkulit tertentu dan arah momentum sudut elektron terhadap inti. Sehingga nilai bilangan kuantum magnetik berhubungan dengan bilangan kuantum azimut. Nilai bilangan kuantum magnetik antara – l sampai + l.
Hubungan antara bilangan kuantum azimut dengan bilangan kuantum magnetik dapat Anda perhatikan pada tabel 6.
Tabel 6. Hubungan bilangan kuantum azimut dengan bilangan kuantum magnetik.
Bilangan Kuantum Azimut
Tanda
Orbital
Bilangan Kuantum
Magnetik
Gambaran
Orbital
Jumlah
Orbital
0
s
0

1
1
p
-1, 0, +1

3
2
d
-2, -1, 0, +1, +2

5
3
f
-3, -2, -1, 0, +1, +2, +3

7
4). bilangan kuantum spin (s).
Bilangan kuantum spin diperlukan untuk menjelaskan efek Zeeman anomali. Anomali ini berupa terpecahnya garis spektrum menjadi lebih banyak garis dibanding yang diperkirakan. Jika efek Zeeman disebabkan oleh adanya medan magnet eksternal, maka efek Zeeman anomali disebabkan oleh rotasi dari elektron pada porosnya. Rotasi atau spin elektron menghasilkan momentum sudut intrinsik elektron. Momentum sudut spin juga mempunyai dua orientasi yang berbeda, yaitu spin atas dan spin bawah. Tiap orientasi spin elektron memiliki energi yang berbeda tipis sehingga terlihat sebagai garis spektrum yang terpisah.
Bilangan kuantum spin (s): menunjukkan arah perputaran elektron pada sumbunya. Dalam satu orbital, maksimum dapat beredar 2 elektron dan kedua elektron ini berputar melalui sumbu dengan arah yang berlawanan, dan masing-masing diberi harga spin +1/2 atau -1/2.
Bilangan Kuantum dan Bentuk Orbital | Materi Kimia SMA Kelas XI Semester 1
B. Bentuk Orbital
Elektron-elektron bergerak pada setiap orbitalnya. Orbital-orbital mempunyai. Bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan arah gerakan elektron di dalam atom. Bentuk berbagai orbital adalah sebagai berikut.
a. Orbital s
--> 
Orbital s yang berbentuk bola tidak menunjukan arah ruang tertentu karena kebolehjadian ditemukan elektron dengan bentuk ini berjarak sama jauhnya ke segala arah dari inti atom. Kebolehjadian terbesar ditemukannya elektron dalam orbital s terdapat pada daerah sekitar bola, yaitu untuk orbital :
a. 1s : terdapat pada kulit bola
b. 2s : terdapat pada awan lapisan kedua
c. 3s : terdapat pada awan lapisan ketiga
Gambaran kebolehjadian ditemukan orbital pada masing-masing kulit :
  

Perhatikan Gambar 1.2. Orbital s digambarkan berbentuk bola dengan inti sebagai pusat.
b. Orbital p
 
--> 
Subkulit p terdiri dari tiga orbital p. Karena nilai bilangan kuantum magnetiknya ada tiga yaitu –1, 0, dan +1. Ketiga orbital ini mempunyai tingkat energi yang sama tetapi arah ruangnya masing-masing berbeda. Jika digabungkan, ketiga orbital ini saling tegak lurus satu sama lain. Bila digambarkan pada sistem koordinat kartesius yang memiliki sumbu X, Y, dan Z maka orbital p yang terletak pada sumbu X disebut orbital px, sedangkan yang terletak pada sumbu Y disebut orbital py. Begitu pula halnya dengan orbital p yang terletak pada sumbu Z disebut orbital pz, perhatikan gambar berikut ini!


Orbital p terdiri atas 3 orbital, masing-masing berbentuk balon terpilin dengan arah dalam ruang sesuai dengan sumbu x, y, dan z.
c. Orbital d
--> 
Subkulit d terdiri dari 5 orbital d karena nilai bil kuantum magnetiknya –2, -1, 0, +1, +2. Seperti halnya orbital p, orbital d juga memiliki tingkat energi yang sama tetapi arah ruangnya masing-masing berbeda. Bila digambarkan pada sistem koordinat kartesius maka ketiga orbital d menempati ruang antar sumbu pada koordinat kartesius tersebut. Masing-masing orbital dinyatakan sebagai dXY, dXZ dan dYZ, sedangkan dua orbital d lainnya terletak pada sumbu koordinat kartesius yang masing-masing orbital dinyatakan sebagai dX2-Y2 dan dZ2. Bentuk kelima orbital d dapat digambarkan sebagai berikut:
Orbital dZ2 terletak pada sumbu Z
Orbital dX2-Y2 terletak pada sumbu X dan Y
Orbital dXY terletak antara sumbu X dan Y
Orbital dXZ terletak antara sumbu X dan Z
Orbital dYZ terletak antara sumbu Y dan Z 

  



LAJU REAKSI (MATERI KIMIA KELAS XI IPA)
LAJU REAKSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
(Bahan Ujian Semester Bagi Kelas XI IPA)


Persamaan Reaksi dapat dituliskan sebagai berikut :
aA + bB ---> cC + dD
dimana a, b, c, dan d adalah koefisien, A dan B adalah Reaktan (pereaksi) serta C dan D adalah Produk (hasil reaksi)
Saat reaksi berlangsung, jumlah A dan B semakin lama semakin berkurang,s ebaliknya jumlah C dan D akan semakin bertambah

MOLARITAS
Molaritas atau kemolaran merupakan satuan kepekatan atau konsentrasi dari suatu larutan. Molaritas didefinisikan sebagai banyaknya mol zat terlarut dalam satu liter larutan, yang dirumuskan sebagai :
M = mol/L atau M=mmol/mL
Adakalanya molaritas ditentukan melalui pengenceran dari suatu larutan. Pengenceran menyebabkan volume dan kemolaran larutan berubah tetapi jumlah mol zat terlarut tidak berubah. Oleh karena jumlah molnya tetap, maka
n1=n2 atau V1.M1=V2.M2
dalam bidang industri untuk mengetahi molaritasnya harus diketahui volume larutan pekatnya (larutan primer). Caranya dengan menentukan molaritas dari alrutan pekat yangdikatahui kadar dan massa jenisnya. Kemolaran tersebut dapat dicari dengan rumus:
p x 10 x % massa
M = ------------------------ mol.L-1
Mr
Dimana = M adalah Molaritas, r = massa jenis, % massa = kadar, Mr = massa molekul relatif

LAJU REAKSI
Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk tiap satuan waktu, yang dituliskan sebagai berikut :
Perubahan konsentarasi
Laju = -----------------------------
Periode waktu reaksi

Selama reaksi berlangsung, konsentrasi pereaksi berkurang, sedangkan konsentrasi produk bertambah.
Jika A --> B maka untuk
d[A] d[B] d[C]
Laju A = - ------- dan Laju B = + ------ sehingga V = ---------,
dt dt dt
Dimana : d[C] = perubahan konsentrasi, V = laju reaksi, dan dt = perubahan waktu

Untuk reaksi yang lebi kompleks, misal 2A --> B, maka laju reaksi berkurangnya A adalah 2 kali lebih cepat dari laju pembentukan B, sehingga penulisan laju reaksi menjadi
1 d[A] d[B]
Laju A = - -- ------- dan Laju B = + ------
2 dt dt
Atau melihat kecenderungan koefisien yang terlibat

PERSAMAAN LAJU REAKSI

INGAT : Laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi, bukan konsentrasi hasil reaksi.

GULBERG dan WAAGE menuturkan : “Laju reaksi dalam sistem pada suatu temperatur tertentu berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang bereaksi, setelah tiap-tiap konsentrasi dipangkatkan dengan koefisiennya dalam persamaan reaksi yang bersangkutan.”
Misalnya pada reaksi :
mA + nB ---> pC + qD
maka Laju Reaksi menurut reaksi di atas adalah :
V = k [A]m [B]n

m dan n merupakan pangkat atau menunjukkan orde reaksi, jika dijumlahkan maka akan menjadi orde reaksi total.
Orde reaksi memunkinkan kita mengetahui kebergantungan reaksi terhadap reaktan. Pada reaksi yang berlangsung bertahap, orde reaksi ditentukan oleh tahapan reaksi yang paling lambat

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHILAJU REAKSI

1. Konsentrasi
Semakin besar konsentrasi pereaksi yang direaksikan akan semakin besar pula laju reaksinya

2. Suhu
Semakin tinggi suhu akan semakin mempercepat terjadinya reaksi. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya suhu maka energi kinetik pada partikel reaktan semakin besar.
Dalam praktiknya setiap kenaikan suhu 10oC, maka laju reaksi akan naik 2 kali lebih besar, yang dirumuskan sebagai :
Vt = (dV)dt/10.Vo atau Vt = (2)dt/10.Vo
dt = t2 – t1

3. Katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tetapi tidak mengalami perubahan kimia secara permanen. Katalis dibedakan atas 2, yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. (bergantung fasa zat)

4. Luas Permukaan
Pada sistem heterogen sangat bergantung pada luas permukaan antara fasa. Reaksi antara padatan dan cairan atau padatan dengan gas akan lebih cepat jika luas permukaan bidang sentuh zat padat diperbanyak.

Konfigurasi Elektron dalam Atom
Konfigurasi Elektron dalam Atom- Konfigurasi elektron dalam atom menggambarkan lokasi semua elektron menurut orbital-orbital yang ditempati. Pengisian elektron dalam orbital-orbital mengikuti aturan-aturan berikut.
1.    Prinsip Aufbau
Elektron akan mengisi orbital atom yang tingkat energi relatifnya lebih rendah dahulu baru kemudian mengisi orbital atom yang tingkat energinya lebih tinggi.

Untuk memberikan gambaran yang jelas bagaimana susunan tingkat energi itu, serta cara penamaannya, dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Untuk memudahkan urutan pengisian tingkat-tingkat energi orbital atom diperlukan bagan berikut.

Bagan 1.1 Urutan pengisian elektron pada orbital-orbital suatu atom
Urutan tingkat energi orbital dari yang paling rendah sebagai berikut.
1→ 2s→2→ 3→ 3→ 4→ 3→ 4→5dan seterusnya
2.    Aturan Hund
Pada pengisian orbital-orbital yang setingkat, elektron-elektron tidak membentuk pasangan lebih dahulu sebelum masing-masing orbital setingkat terisi sebuah elektron dengan arah spin yang sama.

Untuk mempermudah penggambaran maka orbital dapat digambarkan sebagai segi empat sedang kedua elektron yang berputar melalui sumbu dengan arah yang berlawanan digambarkan sebagai 2 anak panah dengan arah yang berlawanan, + ½  (searah dengan arah putaran jarum jam) digambarkan anak panah ke atas (­↑), – ½ (berlawanan dengan arah putaran jarum jam) digambarkan anak panah ke bawah (↓).
Untuk elektron tunggal pada orbital s tidak masalah + ½ (­↑) atau – ½ (↓), tetapi jika orbitals tersebut terisi 2 elektron, maka bilangan kuantum spinnya harus + ½ dan – ½ (↑­↓).
Demikian pula untuk pengisian orbital p (l = 1), elektron pertama dapat menempati orbitalpxpy, atau pz. Sebab ketiga orbital p tersebut mempunyai tingkat energi yang sama.
  • orbital dengan elektronnya digambar  |­↑­↓|
  • orbital dengan elektronnya digambar  |­↑­↓|  |­↑­↓|  |­↑­↓|
  • orbital dengan elektronnya digambar  |­↑­↓|  |­↑­↓|  |­↑­↓|  |­↑­↓|  |­↑­↓|
Perjanjian:

Pada pengisian elektron dalam orbital, elektron pertama yang mengisi suatu orbital ialah elektron yang mempunyai harga spin + ½  dan elektron yang kedua mempunyai harga spin – ½. Berdasarkan pada tiga aturan di atas, maka kita dapat menentukan nilai keempat bilangan kuantum dari setiap elektron dalam konfigurasi elektron suatu atom unsur seperti pada tabel berikut ini.
Elektron ke-
Orbital yang ditempati
Konfigurasi elektron terakhir
        Nilai
keterangan
n
       l
m
s
Aturan Hund
1
1s
1s1
1
 0
0
+ ½
2
1s
1s2
1
 0
0
- ½
3
2s
2s1
2
 0
0
+ ½
4
2s
2s2
2
0
0
- ½
5
2p
2p1
2
1
-1
+ ½
6
2p
2p2
2
1
0
- ½
7
2p
2p3
2
1
+1
+ ½
8
2p
2p4
2
1
-1
- ½
9
2p
2p5
2
1
0
+ ½
10
2p
2p6
2
1
+1
- ½
 Sumber: Brady, General Chemistry Principle and Structure
Orbital penuh dan setengah penuh

Konfigurasi elektron suatu unsur harus  menggambarkan sifat suatu unsur. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa sifat unsur lebih stabil apabila orbital dalam suatu atom unsur terisi elektron tepat ½ penuh atau tepat penuh, terutama orbital-orbital dan (5 elektron atau 10 elektron untuk orbital-orbital dan 7 elektron atau 14 elektron untuk orbital-orbital f). Apabila elektron pada orbitaldan terisi elektron 1 kurangnya dari setengah penuh/penuh, maka orbital d/f tersebut harus diisi tepat ½  penuh/tepat penuh. Satu elektron penggenapnya diambil dari orbital yang terdekat.
Contoh:
Konfigurasi elektron:
24Cr: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5
bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d4
Begitu pula konfigurasi elektron:
29Cu adalah 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d10
bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d9
Konfigurasi elektron ion positif dan ion negatif

Misalnya konfigurasi elektron ion K+ dan ion Cl
19K: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
Bila atom K melepaskan 1 elektron maka terjadi ion Kyang mempunyai jumlah proton 19 dan elektron 19 – 1 = 18
Konfigurasi elektron ion K+: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
17Cl: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5
Bila atom Cl menerima 1 elektron maka terjadi ion Cl yang mempunyai jumlah proton 17 dan elektron 17 + 1 = 18
Konfigurasi elektron ion Cl: 1s2 2s2 2p6 3s2 2p5
Konfigurasi elektron ion K+ = ion Cl = atom Ar, peristiwa semacam ini disebut isoelektronis.Konfigurasi elektron yang tereksitasi Konfigurasi elektron yang telah dibicarakan di atas adalah konfigurasi elektron dalam keadaan tingkat dasar. Konfigurasi elektron yang tereksitasi adalah adanya elektron yang menempati orbital yang tingkat energinya lebih tinggi.
3.    Larangan Pauli

Menurut prinsip ini dalam suatu atom tidak boleh ada 2 elektron yang mempunyai keempat bilangan kuantum yang sama harganya, jika 3 bilangan kuantum sudah sama, maka bilangan kuantum yang keempat harus berbeda.
Contoh:

Elektron pertama dalam suatu atom akan menempati orbital 1s, ini berarti elektron kesatu mempunyai harga = 1, = 0, m = 0, dan = + ½.
Elektron kedua juga menempati orbital 1s, elektron kedua mempunyai harga = 1, = 0, = 0, dan = – ½ . Ternyata elektron ke-1 dan ke-2 mempunyai harga nl, dan yang sama, tapi harga s-nya berbeda. Elektron ke-3 tidak dapat menempati orbital1lagi, sebab jika elektron ke-3 menempati orbital 1s, maka harga n, l, m, dan elektron ke-3 akan sama dengan elektron ke-1 atau elektron ke-2.
Dengan menggunakan prinsip eksklusi Pauli dan ketentuan harga dan yang diperbolehkan untuk setiap harga dapat disusun berbagai kombinasi 4 bilangan kuantum pada setiap kuantum grup sebagai berikut.
Bilangan kuantum
utama (n)
Orbital
Bilangan kuantum
Notasi
orbital
Jumlah elektron
l
m
s
= 1
(kulit K)
S
0
0
+ ½
1s
2
0
0
- ½
= 2
(kulit L)
S
0
0
+ ½
2s
2
0
0
- ½

p
1
-1
+ ½
2p
6
p
1
-1
- ½
p
1
0
+ ½
p
1
0
- ½
p
1
+1
+ ½
p
1
+1
- ½
Sumber: Brady, General Chemistry Principle and Structure
Kesimpulan:

Sesuai dengan prinsip eksklusi Pauli ini dapat disimpulkan bahwa dalam tiap orbital hanya dapat terisi 2 buah elektron. 

Kekhasan atom C (karbon)

Dalam kehidupan sehari-hari, seyawa kimia memegang peranan penting, seperti dalam makhuluk hidup, sebagai zat pembentuk atau pembangun di dalam sel, jaringan dan organ. Senyawa-senyawa tersebut meliputi asam nukleat, karbohidrat, protein dan lemak. Proses interaksi organ memerlukan zat lain seperti enzim dan hormon. Tubuh kita juga memiliki sistem pertahanan dengan bantuan antibodi. Demikian pula dengan alam sekitar kita seperti tumbuhan dan minyak bumi, juga disusun oleh molekul molekul yang sangat khas dan dibangun oleh atom-atom dengan kerangka atom karbon ( C ).
Atom Karbon memiliki massa 12 dengan nomor atom 12. Konfigurasi elektronnya adalah 1s2, 2s2, 3p2, dan mengalami hibridisasi dimana 1 elektron dari orbital 2s berpindah ke orbital 2pz, sehingga memiliki konfigurasi stabil 1s2, 2s1, 2p3, dengan membentuk orbital hybrid sp3

Sehingga atom karbon memiliki kesempatan untuk membentuk empat ikatan dengan atom lainnya, kestabilan struktur ini ditunjukan dengan sudut yang sama 109,5o dengan bentuk tetrahedral, perhatikan Gambar 12.1 .

Gambar 12.1. Kekhasan atom karbon dengan bentuk tetrahedral
Berdasarkan karakteristik tetrahedral maka atom karbon dapat mengikat atom lain selain atom karbon itu sendiri. Secara sederhana atom karbon dapat membentuk empat ikatan dengan atom hidrogen seperti pada Gambar 12.1 (d). Kerangka senyawa hidrokarbon dibangun oleh banyak ikatan antar atom karbonnya. Kerangka senyawa hidrokarbon yang paling sederhana memiliki sebuah atom karbon, dilanjutkan dengan dua atom karbon, tiga atom karbon dan seterusnya, perhatikan Gambar 12.2.

Gambar 12.2. Bentuk ikatan antar Karbon, membentuk kerangka senyawa hidrokarbon
alam penulisan konfigurasi elektron dan diagram orbital perlu berlandaskan pada tiga prinsip utama yaitu prinsip aufbau, aturan Hund dan aturan penuh setengah penuh.

A. Azas Aufbau

Azas Aufbau menyatakan bahwa :“Pengisian elektron dimulai dari subkulit yang berenergi paling rendah dilanjutkan pada subkulit yang lebih tinggi energinya”. Dalam setiap sub kulit mempunyai batasan elektron yang dapat diisikan yakni :

Subkulit s maksimal berisi 2 elektron
Subkulit p maksimal berisi 6 elektron
Subkulit d maksimal berisi 10 elektron
Subkulit f maksimal berisi 14 elektron

Berdasarkan ketentuan tersebut maka urutan pengisian (kofigurasi) elektron mengikuti tanda panah pada gambar berikut!
Berdasarkan diagram di atas dapat disusun urutan konfigurasi elektron sebagai berikut :
1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d10 4p6 5s2 …. dan seterusnya
Keterangan :
Jumlah elektron yang ditulis dalam konfigurasi elektron merupakan jumlah elektron maksimal dari subkulit tersebut kecuali pada bagian terakhirnya yang ditulis adalah elektron sisanya. Perhatikan contoh di bawah ini :
Jumlah elektron Sc adalah 21 elekron kemudian elektron-elektron tersebut kita isikan dalam konfigurasi elektron berdasarkan prinsip aufbau di atas. Coba kalian perhatikan, ternyata tidak selalu kulit yang lebih rendah ditulis terlebih dahulu (4s ditulis dahulu dari 3d). Hal ini karena semakin besar nomor kulitnya maka selisih energi dengan kulit di atasnya semakin kecil sementara jumlah sub kulitnya semakin banyak sehingga terjadi tumpang tindih urutan energi sub kulitnya. Untuk mempermudah penilisan tingkatenerginya digunakan prinsip aufbau di atas. Untuk keteraturan penulisan, 3d boleh ditulis terlebih dahulu dari 4s namun pengisian elektronnya tetap mengacu pada prinsip aufbau. hal ini terkesan remeh tapi penting..... jadi bila kalian disuruh menuliskan bilangan kuantum dari elektron terakhir dari Sc maka elektron tersebut terletak pada sub kulit 3d bukan 4s, walau dalam penulisan terakhir sendiri adalah sub kulit 4s.....cirinya pada sub kulit 3d tidak terisi penuh elektron sedangkan sub kulit 4s nya terisi penuh.
Penulisan konfigurasi elektron dapat disingkat dengan penulisan atom dari golongan gas mulia yaitu : He (2 elektron), Ne (10 elektron), Ar (18 elektron), Kr (36 elektron), Xe (54 elektron) dan Rn ( 86 elektron). Hal ini karena pada konfigurasi elektron gas mulia setiap sub kulitnya terisi elektron secara penuh.

Skema yang digunakan untuk memudahkan penyingkatan sebagai berikut :

Contoh penyingkatan konfigurasi elektron :

Konfigurasi elektron dalam atom selain diungkapkan dengan diagram curah hujan, seringkali diungkapkan dalam diagram orbital. Ungkapan yang kedua akan bermanfaat dalam menentukan bentuk molekul dan teori hibridisasi.
Yang harus diperhatikan dalam pembuatan diagram orbital :
1. Orbital-orbital dilambangkan dengan kotak
2. Elektron dilambangkan sebagai tanda panah dalam kotak
3. Banyaknya kotak ditentukan berdasarkan bilangan kuantum magnetik, yaitu:
4. Untuk orbital-orbital yang berenergi sama dilambangkan dengan sekelompok kotak yang bersisian, sedangkan orbital dengan tingkat energi berbeda digambarkan dengan kotak yang terpisah.
5. Satu kotak orbital berisi 2 elektron, satu tanda panah mengarah ke atas dan satu lagi mengarah ke bawah. Pengisan elektron dalam kotak-kotak orbital menggunakan aturan Hund.
B. Aturan Hund
Friedrich Hund (1927), seorang ahli fisika dari Jerman mengemukakan aturan pengisian elektron pada orbital yaitu :
“orbital-orbital dengan energi yang sama, masing-masing diisi lebih dulu oleh satu elektron arah (spin) yang sama dahulu kemudian elektron akan memasuki orbital-orbital secara urut dengan arah (spin) berlawanan atau dengan kata lain dalam subkulit yang sama semua orbital masing-masing terisi satu elektron terlebih dengan arah panah yang sama kemudian sisa elektronnya baru diisikan sebagai elektron pasangannya dengan arah panah sebaliknya”.
Coba perhatikan contoh diagram elektron di bawah ini, khususnya pada bagian akhirnya :
Pada pengisian diagram orbital unsur S pada konfigurasi 3p4, 3 elektron diisikan terlebih dahulu dengan gambar tanda panah ke atas baru sisanya 1 elektron digambar dengan tanda panah ke bawah.
C. Aturan Penuh Setengah Penuh
Sifat ini berhubungan erat dengan hibridisasi elektron. Aturan ini menyatakan bahwa : “suatu elektron mempunyai kecenderungan untuk berpindah orbital apabila dapat membentuk susunan elektron yang lebih stabil.....untuk konfigurasi elektron yang berakhiran pada sub kulit d berlaku aturan penuh setengah penuh. Untuk lebih memahamkan teori ini perhatikan juga contoh di bawah ini :
24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d4  menjadi 24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5

dari contoh terlihat apabila 4s diisi 2 elektron maka 3d kurang satu elektron untuk menjadi setengah penuh....maka elektron dari 4s akan berpindah ke 3d. hal ini juga berlaku untuk kasus :
29Cu = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d9  menjadi 29Cu = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d10

Penentuan Periode dan Golongan Suatu Unsur
Untuk menentukan letak periode suatu unsur relatif mudah. Periode suatu unsur sama dengan nomor kulit terbesarnya dalam konfigurasi elektron. musalnya :
24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5
Nomor kulit terbesarnya adalah 4 (dalam 4s1) maka Cr terletak dalam periode 4
Sedangkan untuk menentukan golongan menggunakan tabel. Bila subkulit terakhirnya pada s atau p maka digolongkan dalam golongan A (utama) sedangkan bila subkulit terakhirnya pada d maka digolongkan dalam golongan B (transisi). Lebih lengkapnya coba perhatikan tabel di bawah ini :

Coba kalian perhatikan tabel di atas. Untuk memudahkan pengingatan golongan A dimulai dari golongan I A sedangkan golongan B dimulai dari III B. selain itu jika subkulit terakhirnya p atau d maka sub kulit s sebelumnya diikutkan. Pada golongan VI B dan I B berlaku aturan penuh setengah penuh.
Sebagai contoh :
24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5

Periode = 4
Golongan = VI B
konfigurasi elektron adalah susunan elektron-elektron pada sebuah atom, molekul, atau struktur fisik lainnya.Sama seperti partikel elemener lainnya, elektron patuh pada hukum mekanika kuantum dan menampilkan sifat-sifat bak-partikel maupun bak-gelombang. Secara formal, keadaan kuantum elektron tertentu ditentukan oleh fungsi gelombangnya, yaitu sebuah fungsi ruang dan waktu yang bernilai kompleks. Menurut interpetasi mekanika kuantum Copenhage, posisi sebuah elektron tidak bisa ditentukan kecuali setelah adanya aksi pengukuran yang menyebabkannya untuk bisa dideteksi. Probabilitas aksi pengukuran akan mendeteksi sebuah elektron pada titik tertentu pada ruang adalah proporsional terhadap kuadrat nilai absolut fungsi gelombang pada titik tersebut.
Elektron-elektron dapat berpindah dari satu aras energi ke aras energi yang lainnya dengan emisi atau absorpsi kuantum energi dalam bentuk foton. Oleh karena asal larangan pauli, tidak boleh ada lebih dari dua elektron yang dapat menempati sebuah orbital atom, sehingga elektron hanya akan meloncat dari satu orbital ke orbital yang lainnya hanya jika terdapat kekosongan di dalamnya.
Pengetahuan atas konfigurasi elektron atom-atom sangat berguna dalam membantu pemahaman struktur tabel periodik unsur-unsur. Konsep ini juga berguna dalam menjelaskan ikatan kimia yang menjaga atom-atom tetap bersama.

Kelopak dan subkelopak

Konfigurasi elektron yang pertama kali dipikirkan adalah berdasarkan pada model atom model Bohr. Adalah umum membicarakan kelopak maupun subkelopak walaupun sudah terdapat kemajuan dalam pemahaman sifat-sifat mekanika kuantum elektron. Berdasarkan asas larangan pauli, sebuah orbital hanya dapat menampung maksimal dua elektron. Namun pada kasus-kasus tertentu, terdapat beberapa orbital yang memiliki aras energi yang sama (dikatakan berdegenerasi), dan orbital-orbital ini dihitung bersama dalam konfigurasi elektron.
Kelopak elektron merupakan sekumpulan orbital-orbital atom yang memiliki bilangan kuantum utama n yang sama, sehingga orbital 3s, orbital-orbital 3p, dan orbital-orbital 3d semuanya merupakan bagian dari kelopak ketiga. Sebuah kelopak elektron dapat menampung 2n2 elektron; kelopak pertama dapat menampung 2 elektron, kelopak kedua 8 elektron, dan kelopak ketiga 18 elektron, demikian seterusnya.
Subkelopak elektron merupakan sekelompok orbital-orbital yang mempunyai label orbital yang sama, yakni yang memiliki nilai n dan l yang sama. Sehingga tiga orbital 2p membentuk satu subkelopak, yang dapat menampung enam elektron. Jumlah elektron yang dapat ditampung pada sebuah subkelopak berjumlah 2(2l+1); sehingga subkelopak "s" dapat menampung 2 elektron, subkelopak "p" 6 elektron, subkelopak "d" 10 elektron, dan subkelopak "f" 14 elektron.
Jumlah elektron yang dapat menduduki setiap kelopak dan subkelopak berasal dari persamaan mekanika kuantum,terutama asas larangan Pauli yang menyatakan bahwa tidak ada dua elektron dalam satu atom yang bisa mempunyai nilai yang sama pada keempat bilangan kuantumnya.

Notasi

Para fisikawan dan kimiawan menggunakan notasi standar untuk mendeskripsikan konfigurasi-konfigurasi elektron atom dan molekul. Untuk atom, notasinya terdiri dari untaian label orbital atom (misalnya 1s, 3d, 4f) dengan jumlah elektron dituliskan pada setiap orbital (atau sekelompok orbital yang mempunyai label yang sama). Sebagai contoh,hidrogen mempunyai satu elektron pada orbital s kelopak pertama, sehingga konfigurasinya ditulis sebagai 1s1. Litium mempunyai dua elektron pada subkelopak 1s dan satu elektron pada subkelopak 2s, sehingga konfigurasi elektronnya ditulis sebagai 1s2 2s1. Fosfor (bilangan atom15) mempunyai konfigurasi elektron : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p3.
Untuk atom dengan banyak elektron, notasi ini akan menjadi sangat panjang, sehingga notasi yang disingkat sering digunakan. Konfigurasi elektron fosfor, misalnya, berbeda dari neon (1s2 2s2 2p6) hanya pada keberadaan kelopak ketiga. Sehingga konfigurasi elektron neon dapat digunakan untuk menyingkat konfigurasi elektron fosfor. Konfigurasi elektron fosfor kemudian dapat ditulis: [Ne] 3s2 3p3. Konvensi ini sangat berguna karena elektron-elektron pada kelopak terluar sajalah yang paling menentukan sifat-sifat kimiawi sebuah unsur.
Urutan penulisan orbital tidaklah tetap, beberapa sumber mengelompokkan semua orbital dengan nilai n yang sama bersama, sedangkan sumber lainnya mengikuti urutan berdasarkan asas Aufbau. Sehingga konfigurasi Besi dapat ditulis sebagai [Ar] 3d6 4s2 ataupun [Ar] 4s2 3d6(mengikuti asas Aufbau).
Adalah umum untuk menemukan label-label orbital "s", "p", "d", "f" ditulis miring, walaupaun IUPAC merekomendasikan penulisan normal. Pemilihan huruf "s", "p", "d", "f" berasal dari sistem lama dalam mengkategorikan garis spektra, yakni "sharp", "principal", "diffuse", dan "fundamental". Setelah "f", label selanjutnya diikuti secara alfabetis, yakni "g", "h", "i", ...dst, walaupun orbital-orbital ini belum ditemukan.
Konfigurasi elektron molekul ditulis dengan cara yang sama, kecuali bahwa label orbital molekullah yang digunakan, dan bukannya label orbital atom.

Sejarah

Niels Bohr adalah orang yang pertama kali (1923) mengajukan bahwa perioditas pada sifat-sifat unsur kimia dapat dijelaskan oleh struktur elektronik atom tersebut.Pengajuannya didasarkan pada model atom Bohr, yang mana kelopak-kelopak elektronnya merupakan orbit dengan jarak yang tetap dari inti atom. Konfigurasi awal Bohr berbeda dengan konfigurasi yang sekarang digunakan: sulfur berkonfigurasi 2.4.4.6 daripada 1s2 2s2 2p6 3s2 3p4.
Satu tahun kemudian, E.C. Stoner memasukkan bilangan kuantum ketiga Sommerfeld ke dalam deskripsi kelopak elektron, dan dengan benar memprediksi struktur kelopak sulfur sebagai 2.8.6.Walaupun demikian, baik sistem Bohr maupun sistem Stoner tidak dapat menjelaskan dengan baik perubahan spektra atom dalam medan magnet (efek Zeeman).
Bohr sadar akan kekurangan ini (dan yang lainnya), dan menulis surat kepada temannya Wolfgang Pauli untuk meminta bantuannya menyelamatkan teori kuantum (sistem yang sekarang dikenal sebagai "teori-teori kuatum lama"). Pauli menyadari bahwa efek Zeeman haruslah hanya diakibatkan oleh elektron-elektron terluar atom. Ia juga dapat menghasilkan kembali struktur kelopak Stoner, namun dengan struktur subkelopak yang benar dengan pemasukan sebuah bilangan kuantum keempat dan asaa larangannya (1925):
It should be forbidden for more than one electron with the same value of the main quantum number n to have the same value for the other three quantum numbers k [l], j [ml] and m [ms].
Adalah tidak diperbolehkan untuk lebih dari satu elektron dengan nilai bilangan kuantum utama nyang sama memiliki nilai tiga bilangan kuantum k [l], j [ml] dan m [ms] yang sama.
Persamaan Scrodingger yang dipublikasikan tahun 1926 menghasilkan tiga dari empat bilangan kuantum sebagai konsekuensi penyelesainnya untuk atom hidrogen: penyelesaian ini menghasilkan orbital-orbital atom yang dapat kita temukan dalam buku-buku teks kimia. Kajian spektra atom mengizinkan konfigurasi elektron atom untuk dapat ditentukan secara eksperimen, yang pada akhirnya menghasilkan kaidah empiris (dikenal sebagai kaidah Madelung (1936)) untuk urutan orbital atom mana yang terlebih dahulu diisi elektron.

Asas Aufbau

Asas Aufbau(berasal dari Bahasa Jerman Aufbau yang berarti "membangun, konstruksi") adalah bagian penting dalam konsep konfigurasi elektron awal Bohr. Ia dapat dinyatakan sebagai:
Terdapat maksimal dua elektron yang dapat diisi ke dalam orbital dengan urutan peningkatan energi orbital: orbital berenergi terendah diisi terlebih dahulu sebelum elektron diletakkan ke orbital berenergi lebih tinggi.
Urutan pengisian orbital-orbital atom mengikuti arah panah.
Asas ini bekerja dengan baik (untuk keadaan dasar atom-atom) untuk 18 unsur pertama; ia akan menjadi semakin kurang tepat untuk 100 unsur sisanya. Bentuk modern asas Aufbau menjelaskan urutan energi orbital berdasarkan kaidah Madelung, pertama kali dinyatakan oleh Erwin Madelung pada tahun 1936.
1.       Orbital diisi dengan urutan peningkatan n+l;
2.       Apabila terdapat dua orbital dengan nilai n+yang sama, maka orbital yang pertama diisi adalah orbital dengan nilai n yang paling rendah.
Sehingga, menurut kaidah ini, urutan pengisian orbital adalah sebagai berikut:
1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d 4p 5s 4d 5p 6s 4f 5d 6p 7s 5f 6d 7p
Asas Aufbau dapat diterapkan, dalam bentuk yang dimodifikasi, ke proton dan neutron dalam inti atom.

Tabel periodik

Tabel konfigurasi elektron
Bentuk tabel periodik berhubungan dekat dengan konfigurasi elektron atom unsur-unsur. Sebagai contoh, semua unsur golongan 2 memiliki konfigurasi elektron [E] ns2 (dengan [E] adalah konfigurasi gas inert), dan memiliki kemiripan dalam sifat-sifat kimia. Kelopak elektron terluar atom sering dirujuk sebagai "kelopak valensi" dan menentukan sifat-sifat kimia suatu unsur. Perlu diingat bahwa kemiripan dalam sifat-sifat kimia telah diketahui satu abad sebelumnya, sebelum pemikiran konfigurasi elektron ada. 
Kelemahan asas Aufbau
Asas Aufbau begantung pada postulat dasar bahwa urutan energi orbital adalah tetap, baik untuk suatu unsur atau di antara unsur-unsur yang berbeda. Ia menganggap orbital-orbital atom sebagai "kotak-kotak" energi tetap yang mana dapat diletakkan dua elektron. Namun, energi elektron dalam orbital atom bergantung pada energi keseluruhan elektron dalam atom (atau ion, molekul, dsb). Tidak ada "penyelesaian satu elektron" untuk sebuah sistem dengan elektron lebih dari satu, sebaliknya yang ada hanya sekelompok penyelesaian banyak elektron, yang tidak dapat dihitung secara eksak (walaupun terdapat pendekatan matematika yang dapat dilakukan, seperti meode Hearree-Fock).

Ionisasi logam transisi

Aplikasi asas Aufbau yang terlalu dipaksakan kemudan menghasilkan paradoks dalam kimia logam transisi. 
Kalium dan Kalsium muncul dalam tabel periodik sebelum logam transisi, dan memiliki konfigurasi elektron [Ar] 4s1 dan [Ar] 4s2 (orbital 4s diisi terlebih dahulu sebelum orbital 3d). Hal ini sesuai dengan kaidah Madelung, karena orbital 4s memiliki nilai n+l  = 4 (n = 4, l = 0), sedangkan orbital 3d n+l  = 5 (n = 3, l = 2). Namun Kromium dan tembaga memiliki konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4s1 dan [Ar] 3d10 4s1 (satu elektron melewati pengisian orbital 4s ke orbital 3d untuk menghasilkan subkelopak yang terisi setengah). Dalam kasus ini, penjelasan yang diberikan adalah "subkelopak yang terisi setengah ataupun terisi penuh adalah susunan elektron yang stabil".
Paradoks akan muncul ketika elektron dilepaskan dari atom logam transisi, membentuk ion. Elektron yang pertama kali diionisasikan bukan berasal dari orbital 3d, melainkan dari 4s. Hal yang sama juga terjadi ketika senyawa kimia terbentuk. Kromium Heksakarbonil dapat dijelaskan sebagai atom kromium (bukan ion karena keadaan oksidasinya 0) yang dikelilingi enam ligan karbon monoksida; ia bersifat diamagnetik dan konfigurasi atom pusat kromium adalah 3d6, yang berarti bahwa orbital 4s pada atom bebas telah bepindah ke orbital 3d ketika bersenyawa. Pergantian elektron antara 4s dan 3d ini dapat ditemukan secara universal pada deret pertama logam-logam transisi.
Fenomena ini akan menjadi paradoks hanya ketika diasumsikan bahwa energi orbital atom adalah tetap dan tidak dipengaruhi oleh keberadaan elektron pada orbital-orbital lainnya. Jika begitu, maka orbital 3d akan memiliki energi yang sama dengan orbital 3p, seperti pada hidrogen. Namun hal ini jelas-jelas tidak demikian.

Pengecualian kaidah Madelung lainnya

Terdapat beberapa pengecualian kaidah Madelung lainnya untuk unsur-unsur yang lebih berat, dan akan semakin sulit untuk menggunakan penjelasan yang sederhana mengenai pengecualian ini. Adalah mungkin untuk memprediksikan kebanyakan pengecualian ini menggunakan perhitungan Hartree-Fock,yang merupakan metode pendekatan dengan melibatkan efek elektron lainnya pada energi orbital. Untuk unsur-unsur yang lebih berat, diperlukan juga keterlibatan afek relatifitas khusus terhadap energi orbital atom, karena elektron-elektron pada kelopak dalam bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Secara umun, efek-efek relativistik in cenderung menurunkan energi orbital s terhadap orbital atom lainnya.
Periode 5

Periode 6

Periode 7
Unsur
Z
Konfigurasi elektron

Unsur
Z
Konfigurasi elektron

Unsur
Z
Konfigurasi elektron
39
[Kr] 5s2 4d1

57
[Xe] 6s2 5d1

89
[Rn] 7s26d1


58
[Xe] 6s2 4f15d1

90
[Rn] 7s26d2


59
[Xe] 6s2 4f3

91
[Rn] 7s2 5f26d1


60
[Xe] 6s2 4f4

92
[Rn] 7s2 5f36d1


61
[Xe] 6s2 4f5

93
[Rn] 7s2 5f46d1


62
[Xe] 6s2 4f6

94
[Rn] 7s2 5f6


63
[Xe] 6s2 4f7

95
[Rn] 7s2 5f7


64
[Xe] 6s2 4f75d1

96
[Rn] 7s2 5f76d1


65
[Xe] 6s2 4f9

97
[Rn] 7s2 5f9





40
[Kr] 5s2 4d2

72
[Xe] 6s2 4f145d2


41
[Kr] 5s1 4d4

73
[Xe] 6s2 4f145d3


42
[Kr] 5s1 4d5

74
[Xe] 6s2 4f145d4


43
[Kr] 5s2 4d5

75
[Xe] 6s2 4f145d5


44
[Kr] 5s1 4d7

76
[Xe] 6s2 4f145d6


45
[Kr] 5s1 4d8

77
[Xe] 6s2 4f145d7


46
[Kr] 4d10

78
[Xe] 6s1 4f145d9


47
[Kr] 5s1 4d10

79
[Xe] 6s1 4f145d10


48
[Kr] 5s2 4d10

80
[Xe] 6s2 4f145d10


49
[Kr] 5s2 4d105p1

81
[Xe] 6s2 4f145d10 6p1


Perubahan entalpi (ΔH) positif menunjukkan bahwa dalam perubahan terdapat penyerapan kalor atau pelepasan kalor.
Reaksi kimia yang melepaskan atau mengeluarkan kalor disebut reaksi eksoterm, sedangkan reaksi kimia yang menyerap kalor disebut reaksi endoterm. Aliran kalor pada kedua jenis reaksi diatas dapat dilihat pada gambar 11 berikut:Gambar 11 Aliran kalor pada reaksi eksoterm dan endoterm
Pada reaksi endoterm, sistem menyerap energi. Oleh karena itu, entalpi sistem akan bertambah. Artinya entalpi produk (Hp) lebih besar daripada entalpi pereaksi (Hr). Akibatnya, perubahan entalpi, merupakan selisih antara entalpi produk dengan entalpi pereaksi (Hp -Hr) bertanda positif. Sehingga perubahan entalpi untuk reaksi endoterm dapat dinyatakan:
ΔH = Hp- Hr > 0 (13 )
Sebaliknya, pada reaksi eksoterm , sistem membebaskan energi, sehingga entalpi sistem akan berkurang, artinya entalpi produk lebih kecil daripada entalpi pereaksi. Oleh karena itu , perubahan entalpinya bertanda negatif. Sehingga p dapat dinyatakan sebagai berikut:
ΔH = Hp- Hr < 0 ( 14 )
Perubahan entalpi pada reaksi eksoterm dan endoterm dapat dinyatakan dengan diagram tingkat energi. Seperti pada gambar 12. berikut

Kata

Sistem dan Lingkungan
Sistem adalah reaksi atau proses yang sedang dipelajari.
Lingkungan adalah segala sesuatu di sekitar sistem dengan apa sistem berinteraksi.
Interaksi sistem dengan lingkungan dapat berupa pertukaran materi dan/atau pertukaran energi.
Berdasarkan interaksi yang terjadi antara sistem dan lingkungan, sistem dibedakan atas sistem terbuka, sistem tertutup, dan sistem terisolasi.
Sistem dikatakan terbuka jika terjadi pertukaran materi dan energi dengan lingkungan.
Contoh: Air panas dalam gelas terbuka.
Sistem dikatakan tertutup jika antara sistem dan lingkungan hanya terjadi pertukaran energi, tetapi tidak pertukaran materi.
Contoh: Air panas dalam gelas tertutup.
Sistem dikatakan terisolasi jika antara sistem dan lingkungan tidak terjadi pertukaran materi maupun energi.
Contoh: Air panas dalam termos.
Gambar 5.1 Tiga jenis sistem: (a) terbuka; (b) tertutup dan (c) terisolasi.
2. Reaksi Eksoterm dan Endoterm
Reaksi yang membebaskan kalor disebut reaksi ekstern, sedangkan reaksi yang menyerap kalor disebut reaksi endoterm.
Gambar 5.3 Aliran kalor pada reaksi eksoterm dan reaksi endoterm
Reaksi eksoterm: Entalpi produk entalpi pereaksi; ∆H bertanda positif.
Gambar 5.4 Diagram tingkat energi reaksi eksoterm dan endoterm
Contoh reaksi eksoterm: Reaksi pembakaran, pemutusan ikatan, dan ionisasi atom.
Contoh reaksi endoterm: Beras menjadi nasi, fotosintesis, dan peleburan.
3. Persamaan Termokimia
o Persamaan reaksi yang disertai perubahan entalpinya disebut persamaan termokimia.
o Kalor reaksi yang ditulis pada persamaan termokimia sesuai dengan stoikiometri reaksinya.
C(s) + ½O2(g) → CO(g) ∆H = −110 kJ
2C(s) + O2(g) → 2CO(g) ∆H = −220 kJ
Contoh Soal 5-3: Persamaan termokimia
Perhatikan persamaan termokimia pembakaran asetilena berikut ini.
2C2H2(g) + 5O2(g) → 4CO2(g) + 2H2O(l) ∆H = –2600 kJ
a. Tentukanlah perubahan entalpi pada pembakaran 10 liter asetilena (RTP)?
b. Berapa gram C2H2 harus dibakar untuk memanaskan 1 liter air dari 25ºC hingga tepat mendidih? (H = 1; C = 12; kalor jenis air = 4,18 J g–1 ºC–1)
Penyelesaian:
Dari persamaan termokimia dapat ditentukan entalpi pembakaran asetilena:
= = –1300 kJ mol–1
Jumlah mol dalam 10 liter C2H2 (RTP) = = mol
Kalor pembakaran 10 liter asetilena (RTP) = mol × (–1300 kJ mol–1) = –541,67 kJ
Kalor yang diperlukan untuk memanaskan 1 liter (=100 g) dari 25 ºC hingga 100 ºC adalah
Q = m c ∆t = 1000 g × 4,18 J g–1 ºC–1 (100 – 75)ºC = 313,5 kJ.
Diketahui kalor pembakaran C2H2 = –1300 kJ mol–1.
Jadi, jumlah mol C2H2 yang harus dibakar untuk memperoleh kalor sebanyak 313,5 kJ adalah = 0,24 mol.
Massa 0,24 mol C2H2 = 0,24 mol × 26 g mol–1 = 6,24 g.
4. Kalorimetri
Kalor reaksi dapat ditentukan melalui percobaan, yaitu dengan kalorimeter.
Data yang diperlukan yaitu perubahan suhu yang menyertai reaksi.
Perhitungan kalorimetri biasanya melalui 3 tahap sebagai berikut:
menentukan kalor yang diserap/dilepas larutan dalam kalorimeter,
menentukan kalor reaksi, yaitu sama dengan kalor larutan tetapi tandanya berlawanan,
menyesuaikan kalor reaksi dengan stoikiometri reaksi.
Contoh Soal 5-4: Kalorimetri
Pada reaksi antara 50 mL larutan NaOH 1 M dengan 50 mL HCl 1 M terjadi kenaikan suhu sebesar 6ºC. Tentukanlah perubahan entalpi reaksi penetralan NaOH dengan HCl. Anggaplah kalor jenis larutan = 4,18 J g–1 dan massa jenis larutan = 1 g mL–1.
NaOH(aq) + HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)
Penyelesaian:
Soal ini akan diselesaikan dalam 3 langkah seperti disebutkan dalam ringkasan teori di atas.
Massa larutan = 50 g + 50 g = 100 g
Q larutan = m× c ×∆t = 100 g × 4,18 J g–1 × 6 ºC = 2,508 kJ
Q reaksi = – Q larutan = –2,508 kJ
Jumlah mol NaOH = jumlah mol HCl = 50 mmol = 0,05 mol.
Jadi, perubahan entalpi (Q) sebesar –2,508 kJ yang dihitung di atas merupakan perubahan entalpi yang menyertai reaksi ∆H reaksi, sedangkan yang ditanyakan yaitu perubahan entalpi pada reaksi 0,05 mol NaOH dengan 0,05 mol HCl.
∆H reaksi yang ditanyakan, yaitu ∆H reaksi yang menyertai reaksi 1 mol NaOH dengan 1 mol HCl dapat ditentukan dengan membandingkan jumlah molnya dengan entalpi reaksi percobaan:
∆H = × –2,508 kJ = –50,16 kJ
5. Hukum Hess = Hukum Penjumlahan Kalor
Kalor reaksi tidak bergantung pada lintasan, tetapi hanya pada keadaan awal dan keadaan akhir.
Contoh Soal 5-5: Hukum Hess
Perhatikan diagram berikut:
Berdasarkan diagram yang tersebut, tentukanlah perubahan entalpi reaksi A →B.
Penyelesaian:
Diagram menunjukkan pengubahan zat A menjadi zat B melalui dua lintasan, yaitu:
I. Lintasan langsung, dan
II. Lintasan bertahap: A → C kemudian C → D (arahnya perlu disesuaikan), dan akhirnya D → B.
Menurut hukum Hess: ∆H lintasan-I = ∆H lintasan-II.
∆H lintasan-I dapat diperoleh dengan menjumlahkan ketiga tahap dalam lintasan II, sebagai berikut:
A → C ∆H = +50 kJ
C → D ∆H = +100 kJ
D → B ∆H = –40 kJ
A → B ∆H = +110 kJ
Jadi, perubahan entalpi A → B adalah +110 kJ.
Contoh Soal 5-6: Hukum Hess
Diketahui:
Mg(s) + 2HCl(aq) → MgCl2(aq) + H2(g) ∆H = –467 kJ ……………….. (1)
MgO(s) + 2HCl(aq) → MgCl2(aq) + H2O(l) ∆H = –151 kJ ……………….. (2)
Selain itu juga diketahui entalpi pembentukan air, H2O(l) = –286 kJ mol–1.
Berdasarkan data tersebut, tentukanlah entalpi pembentukan MgO(s).
Penyelesaian:
Data yang tersedia, yaitu dua persamaan termokimia dan satu data entalpi pembentukan. Data entalpi pembentukan air dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan termokimia sebagai berikut:
H2(g) + ½O2(g) → H2O(l) ∆H = –286 kJ ………………… (3)
Adapun reaksi yang perubahan entalpinya ditanyakan, yaitu entalpi pembentukan MgO dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan termokimia sebagai beriktut:
Mg(s) + ½O2(g) → MgO(s) ∆H = . . . ?
Perubahan entalpi reaksi ini dapat diperoleh dengan menyusun ketiga persamaan termokimia yang diketahui perubahan entalpinya. Ketiga persamaan termokimia tersebut harus disusun sedemikian rupa sehingga penjumlahannya sama dengan reaksi yang ditanyakan.
Reaksi (2) harus dibalik sehingga MgO berada di ruas kanan, sesuai reaksi yang ditanyakan.
Reaksi (1) ditulis sebagaimana adanya, sehingga MgCl2 dapat dihilangkan dari reaksi (2).
Realsi (3) ditulis sebagaimana adanya, sehingga ½O2 berada di ruas kiri.
MgCl2(aq) + H2O(l) → MgO(s) + 2HCl(aq) ∆H = +151 kJ ……………… (–2)
Mg(s) + 2HCl(aq) → MgCl2(aq) + H2(g) ∆H = –467 kJ ……………….. (1)
H2(g) + ½O2(g) → H2O(l) ∆H = –286 kJ ……………….. (3)
Mg(s) + ½O2(g) → MgO(s) ∆H = –602 kJ
Jadi, entalpi pembentukan MgO adalah –602 kJ mol–1.
6. Entalpi Pembentukan
Apabila entalpi pembentukan zat-zat yang terlibat dalam reaksi diketahui, maka entalpi reaksi dapat ditentukan dengan rumus berikut:
∆Hreaksi = ∑∆Hfº(produk) – ∑∆Hfº(pereaksi)
Contoh Soal 5-7: Menentukan perubahan entalpi reaksi berdasarkan data entalpi pembentukan.
Diketahui entalpi pembentukan CH4(g) = –75 kJ mol–1; CO2(g) = –393,5 kJ mol–1 dan H2O(l) = –286 kJ mol–1. Tentukan jumlah kalor yang dihasilkan pada pembakaran sempurna 1 g metana.
Penyelesaian:
Langkah pertama, menentukan entalpi pembakaran metana berdasarkan data entalpi pembentukan yang diketahui.
Reaksi pembakaran sempurna metana sebagai berikut:
CH4(g) + 2O2(g) → CO2(g) + 2H2O(l)
∆Hreaksi = ∑∆Hfº(produk) – ∑∆Hfº(pereaksi)
= {∆Hfº(CO2) + 2 × ∆Hfº(H2O)} – {∆H­fº(CH4) + ∆Hfº(2 × O2)}
= {–393,5 + (2 × –286)} – {–75 + 2 × 0}
= –890 kJ
Jadi, ∆H pembakaran metana adalah –890,5 kJ mol–1.
Kalor pembakaran 1 gram metana = × (–890,5 kJ mol–1) = –55,66 kJ
7. Energi Ikatan
Energi ikatan adalah energi yang diperlukan untuk memutuskan 1 mol ikatan dari suatu molekul dalam wujud gas.
Jika energi ikatan diketahui, maka perubahan entalpi reaksi dapat diperkirakan dengan rumus berikut:
∆H = ∑Epemutusan ikatan – ∑Epembentukan ikatan
Contoh Soal 5-8: Menggunakan data energi ikatan
Berdasarkan data energi ikatan, tentukanlah perubahan entalpi reaksi berikut:
CH3–CHO(g) + H2(g) → CH3–CH2OH(g)
Ikatan Energi (kJ mol–1)
C – C 348
C – H 413
C = O 799
C – O 358
H – H 436
O – H 463
Penyelesaian:
Reaksi di atas dapat ditulis dalam bentuk yang lebih terurai sebagai berikut:
Ikatan yang putus: Ikatan yang terbentuk
1 mol C=O : 799 kJ 1 mol C–O : 358 kJ
1 mol H–H : 436 kJ 1 mol O–H : 463 kJ
Jumlah : 1235 kJ 1 mol C–H : 413 kJ
Jumlah : 1234 kJ
∆H reaksi = ∑energi ikatan yang putrus –∑energi ikatan yang terbentuk
= 1235 kJ – 1234 kJ
= 1 kJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar